SELAYANG PANDANG
Hampir setiap hari, kita menyaksikan anak-anak terlantar di jalanan. Mereka nongkrong atau duduk-duduk di persimpangan jalan. Di stasiun, terminal bis, depan mall, lorong pasar, atau di kolong jembatan.
Anak jalanan sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia, tak terkecuali di kota-kota besar. Hal tersebut disebabkan karena tingginya tingkat kelahiran, namun kurangnya lapangan pekerjaan, dan rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia.
Anak-anak jalanan yang dimaksudkan di sini adalah anak-anak yang berusia di bawah 12 tahun yang mungkin tidak lagi bersekolah atau bahkan tidak pernah bersekolah sehingga mereka tidak memiliki keahlian apa-apa, kecuali hanya mengemis, mengamen di rumah makan, lampu merah, dan di banyak tempat umum lainnya. Bahkan ada juga anak-anak jalanan yang pekerjaannya sebagai pemulung.
Banyaknya anak-anak yang berkeliaran di jalan raya, salah satunya disebabkan oleh faktor ekonomi keluarga yang tidak mencukupi. Tak jarang mereka adalah anak yatim piatu yang tidak tahu keberadaan orang tuanya.
Meski banyak pihak telah menyediakan tempat penampungan resmi bagi anak jalanan atau anak yatim agar hidup mereka lebih tertata, namun kadang kala beberapa dari mereka lebih memilih menjadi gelandangan untuk meminta-minta. Memprihatin!
Belum lagi jika bicara soal kaum dhuafa atau orang-orang kurang mampu, fakir dan miskin. Juga mereka yang memiliki keterbelakangan fisik maupun mental. Sungguh masih sangat banyak di negeri ini. Dan sebagian besar adalah kaum muslimin. Hidup mereka masih jauh dari kehidupan layak. Mereka orang-orang yang tidak beruntung.
Menjadi yatim tentu bukan sesuatu yang dikehendaki. Tapi bila iradat telah menetapkan seorang anak harus yatim, siapa yang dapat menolak? Air mata tentu tidak cukup untuk menjawab masalah-masalah yang mereka hadapi setiap hari.
Di sekitar rumah kita, tidak sedikit terdapat anak-anak yatim.
Mereka menjadi bagian dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Jumlah mereka setiap tahun terus bertambah. Mereka terdapat tidak hanya di desa-desa, tapi juga di kota-kota besar, di perkampungan-perkampungan nelayan, di gang-gang sempit dan di antara megahnya gedung-gedung bertingkat.
Mereka mengadu nasib sebatas kemampuan yang telah Allah SWT anugerahkan kepadanya. Anak-anak yatim sangat merindukan kasih sayang. Mereka merindukan perlindungan dari mereka yang mampu ataupun berkecukupan. Karena rindunya dengan penyantunan dan kasih sayang tersebut, Allah SWT sangatlah menyayangi mereka.
Tidak kurang dari 23 ayat dalam Al-Qur’an membicarakan tentang mereka, hak-hak mereka, dan pahala bagi mereka yang mau mengentas mereka dari kenestapaan.
Allah berfirman: “Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim….” (QS. Al-Baqarah: 83).
Mereka memang selayaknya mendapatkan bantuan dan perlindungan dari yang mampu agar dapat hidup seperti anak-anak yang lain. Usia mereka yang masih kecil, belum memungkinkan mereka mampu menghadapi sendiri seluk-beluk kehidupan ini dengan seimbang. Pemikiran dan nalarnya masih perlu dituntun dan dibantu oleh mereka yang sudah dewasa.